MUARA MADRAS

ASKEP FRAKTUR CRURIS 1/3 MEDIAL TERBUKA GRADE III


.

A. Konsep Dasar Medik
1) Anatomi dan Fisiologi Tulang
a. Pengertian Tulang
Tulang terdiri dari materi intra sel, baik berupa sel hidup atau pun sel yang tidak hidup. Bahan-bahan tersebut berasal dari embriohialin tulang rawan melalui osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh sel-sel yang disebut osteoblas. Kerasnya tulang merupakan hasil deposit kalsium (Barbara C. Long,hal. 320).
b. Fungsi Tulang
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberi bentuk tubuh
2. Melindungi organ tubuh (misalnya, jantung, otak, paru-paru dan jaringan lunak).
3. Memberikan pergerakan ( oto melekat pada tulang untuk berkontraksi dan bergerak).
4. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sum-sum tulang.
5. Menyimpan garam-garam mineral seperti Mg, Ca dan P.
c. Klasifikasi tulang berdasarkan bentuknya :
1. Tulang panjang (femur, humerus, tibia dan fibula)
Terdiri dari dua bagian batang dan dua bagian ujung. Tulang pipa ini bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh dan kemungkinan bergerak.
2. Tulang pendek ( carpals )
Bentuknya tidak teratur, sebagian besar terbuat dari jaringan tulang jarang karena diperkuat sifat yang ringan padat tipis.
3. Tulang ceper ( tulang tengkorak )
Terdiri dari tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang cacellous.
4. Tulang yang tidak beraturan; vertebrae (sama dengan tulang pendek).
5. Tulang sesamoid.
Tulang kecil terpendek sekitar tulang persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial. Misalnya patella (cap lutut).
2) Patah Tulang / Fraktur
2.1 Pengertian
a. Patah tulang : terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan )
b. Patah tulang : patah tulang biasanya disediakan oleh trauma atau tenaga fisik )
c. Patah tulang : diskontuinitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak )

2.2 Penyebab patah tulang
a. Trauma / tekanan pada tulang
Jenis kekuatan yang menyebabkan luka menentukan jenis dan tingkatan serta jenis patah tulang. Kekuatan itu dapat tensile (dengan tegangan) tulang ditarik terpisah atau compressive di mana terjepit dan untuk menentukan tipe injury dan luas patah tergantung pada kerasnya trauma / tekanan mengenai tulang.
- Trauma langsung/direk, yaitu bila fraktur terjadi di tempat di mana bagian tersebut mendapat ruda paksa, misalnya benturan/pukulan pada antebrakii yang mengakibatkan fraktur.
- Trauma tidak langsung/indirek, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan, kolum arargikum humeri, supra kondiler dan klavikula.
- Trauma ringan pun dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.
b. Mineralisasi yang tidak adekuat dari tulang
Patah tulang dapat disebabkan tidak cukupnya mineral pada tulang dan ini mengacu pada tulang yang patologik, dapat terjadi karena terapi jangka panjang dengan steroid, osteoposus tulang dan tidak ada aktifitas yang lama.

3). Pembagian Patah Tulang
Pembagian patah tulang dapat dirasakan dengan jenis dan klasifikasi patah tulang.
1. Jenis-jenis patah tulang
a. Clossed fraktur merupakan suatu keadaan dimana patah tulang tidak berhubungan dengan area di luar patah tulang atau tidak mengakibatkan luka pada jaringan otot.
b. Open fraktur adalah terkoyaknya kulit dan jaringan lunak lapisan dalam, yang diakibatkan langsung oleh patah tulang atau patahan tulang menembus jaringan otot dan kulit.
Patah tulang berdasarkan garis patah yaitu :
a. Complete : Pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen.
b. Incomplete : Hanya sebagian dari tulang patah sehingga tulang tidak putus serta tidak terjadi pergeseran (Pusdiknakes, 1995 Hal 75)
2. Klasifikasi patah tulang
a. Green stick
Patah tulang di satu sisi tulangnya pecah dan sisi lainnya bengkak.
b. Transverse
Patah tulang yang arahnya langsung melintasi secara luas atau membesar.
c. Patah tulang yang arahnya membentuk sudut melintasi tulang secara luas atau membesar.
d. Spiral
Patah tulang yang melilit mengelilingi batang tulang
e. Canmunited
Patah tulang di mana tulang pecah menjadi beberapa bagian atau pecahan.
f. Deppessed
Patah tulang yang pecahan-pecahan tulang terkendali (sering terlihat pada patah tulang tengkorak dan tulang muka).
g. Compression
Patah tulang di mana pecahan-pecahan tulang masuk pada tulangnya sendiri (sering terlihat pada patah tulang belakang).
h. Avulsion
Patah tulang di mana pecahan tulang ditarik oleh jaringan ikat/ligament atau tarikan tendor.
i. Impacted
Di mana pecahan tulang mendesak masuk keperluan-pecahan tulang lainnya.
4). Patofisiologi
Tulang dikatakan fraktur atau patah bila terdapat interupsi/pemotongan dari kontinuitas jaringan tulang, biasanya fraktur disertai cedera jaringan di sekitarnya yaitu ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Trauma yang terjadi pada patah tulang akan menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan. Jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur : seperti pembuluh darah syaraf dan otot serta organ lain yang ada di sekitarnya dapat rusak pada waktu trauma ataupun karena mencuatnya tulang yang patah. Tulang memiliki sangat banyak pembuluh darah, maka akibat dari fraktur yang keluar dari volume darah ke dalam jaringan lunak atau pada luka yang terbuka. Luka dan keluarnya darah tersebut dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.
5). Gambaran klinik
a. Deformitas atau perubahan bentuk/struktur.
b. Nyeri akibat kerusakan jaringan dan perubahan struktur, spasme yang dapat disebabkan dengan penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
c. Echiomosis atau perubahan sub-cutan
d. Berkurangnya sensori yang dapat terjadi karena adanya gangguan sarag, di mana sarag itu dapat atau terjepit atau terputus oleh gangguan tulang.
e. Pergerakan abnormal
f. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal, nyeri dan spasme
g. Krepitasi yang dapat didengar dirasakan bila fraktur digerakkan
h. Shok yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan rasa nyeri yang hebat
i. Foto x-ray menunjukkan abnormal pada bagian tulang.
6). Proses penyembuhan tulang (Bone Healing)
Untuk penyembuhan fraktur (patah tulang) diperlukan, mobilisasi dilaksanakan dengan cara :
1. Pembidaian physiologic
Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga dan mencegah pemakaian dan spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.
2. Pembidaiam secara ortopedi eksternal
Ini digunakan dengan gips dan traksi
3. Fiksasi internal
Pada metode ini kedua tulang patah dikembalikan kepada posisi asalnya dan difiksasi dengan plat dan skrop atau diikat dengan kawat.
Tingkatan-tingkatan pertumbuhan tulang sebagai berikut :
1. Hematoma formation (pembentukan hematom)
Karena pembuluh darah cederah, maka terjadi pendarahan pada daerah fraktur. Darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang patah.

2. Fibrin meskwork (pembentukan fibrin)
Hematona menjadi terorganisir karena fibioblast masuk lokasi cedera membentuk fibrin meskwork (gumpalan fibrin) berdinding sel darah putih pada lokasi, melokalisir radang.
3. Inflasi osteoblast (pembentukan kolagen)
Oskoblas masuk ke darah untuk pembuluh darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk membentuk kolagen.
4. Callus formation (pembentukan callus)
Osteoblas terus membuat jalan masuk untuk membangun tulang, osteoblast merusak tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
5. Remodeling
Pada langkah terakhir in callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis cedera.
7) Penatalaksanaan fraktur
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a.) Recognisi / pengenalan
Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas
b.) Reduksi / manipulasi
Usaha untuk tindakan manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.
c.) Retensi / memperhatikan reduksi
Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
d.) Traksi
Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk mengokong tulang.
e.) Gips
Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
8). Operation / pembedahan
Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi internal dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi tersbut, maka fraktur akan diresposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan alat orthepedi yang sesuai.
9). Komplikasi akibat fraktur
10). Komplikasi penyembuhan fraktur
Meskipun kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi setahap akan mengalami proses penyantunan tetapi ada juga yang menderita ketidakmampuan fisik akibat komplikasi seperti :
a.) Mal union, yaitu suatu keadaan fraktur ternyata sembuh dalam posisi yang kurang sesuai, membentuk sudut atau posis terkilir.
b.) Delayed union, yaitu proses penyembuhan yang terus berlangsung tetapi kecepatannya lebih rendah dari biasanya.
c.) Non union, yaitu suatu keadaan di mana tidak terjadi penyembuhan fraktur yang dapat menjadi komplikasi yang mencelakakan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah, suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien.
Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga diketahui kebutuhan pasien tersebut. Hasil analisis data merupakan pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan. Dalam pengkajian data perlu dikaji pada pasien yang patah tulang sebagai berikut :
a. Pengumpulan data
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menggali data dari berbagai sumber yang mendukung dan mempengaruhi timbulnya masalah. Sumber data tersebut berasal dari klien, keluarga, perawat dan tim kesehatan yang lainnya, status serta pemeriksaan laboratorium dan radiology.
Metode pengumpulan data
1.) Identifikasi klien : Nama lengkap, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan alamat.
2.) Identifikasi penanggung
3.) Riwayat penyakit antara lain :
a.) Keluhan utama : Pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti nyeri pada tungkai sebelah kanan akibat fraktur sifat-sifat dari nyeri, lokasi, identitas, serta keluhan-keluhan lain yang menyertai.
b.) Riwayat kesehatan masa lalu/lampau
Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita dan diterima pada masa yang lalu.
4.) Pemeriksaan fisik
a.) Inspeksi :
- Bentuk ( tulang panjang)
- Adanya deformitas
- Adanya luka laserasi
b.) Palpasi pada fraktur, bila dipalpasi akan timbul nyeri
5.) Laboratorium darah Hb bila berkurang dari 10 mg% menandakan anemia dan jumlah leukosit. Bila lebih dari 10.000/mm3 menandakan adanya infeksi.
6.) Radiologi x’ray akan menunjukkan adanya fraktur.

b. Analisa data
Dengan melihat data subjektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dengan memperhatikan masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan yang muncul.

c. Diagnosa
Kesimpulan yang dibuat oleh perawat berdasarkan data yang telah terkumpul mengenai reaksi-reaksi klien terhadap penyakit dan keperawatannya, kebutuhan dan masalah yang dihadapi klien. Masalah yang dapat timbul dapat berupa potensial maupun aktual. Diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka dapat tersusun berdasarkan prioritas masalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur.
2. Resiko terjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kekurangan pengembangan paru akibat mobilisasi.
3. Menurunnnya mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler skletal, imobilisasi ekstremitas.
4. Gangguan integritas kulit ; dekubitus berhubungan dengan penurunan sirkulasi daerah yang tertekan karena imobilisasi.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif.
7. Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurangnya aliran darah, trauma langsung pada vaskuler dan jaringan serta edema yang berlebihan.

2. Perencanaan (Pusdiknakes, 1995 Hal 85).
Setelah diagnosa ditegakkan, maka langkah selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan tersebut melalui suatu perencanaan yang baik.
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang ditandai dengan :
- Klien mengatakan nyeri pada tungkai kanan bawah
- Tampak luka fraktur pada tungkai kanan bawah
- Ekspresi wajah tampak meringis apabila timbul nyeri
- Tampak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah.
Tujuan :
Nyeri berkurang dengan kriteria :
- Tidak tampak adanya luka
- Ekspresi wajah tampak tenang
- Tidak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah
Tindakan keperawatan :
1. Kaji tingkat nyeri
Rasional :
Dengan mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dapat mempermudah dalam memberikan tindakan.
2. Ukur tanda – tanda vital
Rasional :
Pengukuran tanda-tanda vital merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkah nyeri yang dirasakan klien.
3. Atur posisi yang menyenangkan
Rasional :
Dengan mengatur posisi yang menyenangkan dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional :
Dengan teknik relaksasi memungkinkan sirkulasi O2 kejaringan terpenuhi.
5. Penatalaksanaan pemberian obat analgetik : pondex 500 mg 3 x 1 tablet
Rasional :
Dengan pemberian obat analgetik dapat menekan ambang nyeri sehingga nyeri tidak di persepsikan di otak.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d fraktur ditandai dengan :
- Klien mengatakan kaki kanan tidak bisa diangkat.
- Tampak kaki kanan tidak bisa diangkat
- Ekspresi wajah meringis
- Tampak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah.
- Tampak kaki kanan gerakannya terbatas.
Tujuan
Gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria :
- Kaki kanan bisa diangkat
- Ekspresi wajah tampak tenang
- Tidak terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah
- Klien bebas menggerakkan kaki kanannya.
Tindakan keperawatan
1. Kaji derajat mobilitas klien
Rasional :
Untuk mengetahui kemampuan klien menggerakkan tungkai kanan bawah.
2. Bantu klien dalam rentang gerak pada tungkai kanan bawah

Rasional :
Dengan pergerakan extremitas bawah dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan tulang.
3. Ubah posisi klien setiap 2 jam
Rasional :
Dengan mengubah posisi klien dapat mengurangi penekanan bagian bawah.
4. Jelaskan pentingnya mobilisasi
Rasional :
Agar klien dapat mengerti mobilisasi dan dapat mempertahankan gerak.
c. Gangguan pemenuhan ADL b/d pembatasan aktivitas ditandai dengan :
- Klien mengatakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dibantu oleh keluarga.
- Klien mengatakan selama di rumah sakit belum pernah mandi
- Kebutuhan sehari-hari dibantu oleh keluarga
- Bab, bak dibantu oleh keluarga
- Tampak kulit kotor dan tercium bau badan.
Tujuan
Klien akan menunjukan kebutuhan sehari-hari terpenuhi dengan kriteria :
- Eliminasi bab, bak tidak dibantu oleh keluarga
- Kulit klien tampak bersih dan tidak tercium bau badan
Tindakan keperawatan
1. Kaji kesukaran-kesukaran yang dialami klien
Rasional :
Dengan mengkaji kesukaran-kesukaran yang dialami klien, kita dapat mengetahui kemampuan klien memenuhi kebutuhannya.
2. Mandikan klien di tempat tidur
Rasional :
Dengan memandikan dapat memberi rasa segar dan bersih.
3. Libatkan keluarga dalam tindakan perawatan diri klien
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan oleh keluarga dan semua kebutuhan terpenuhi.
4. Beri penjelasan tentang perawatan diri
Rasional :
Dengan memberikan penjelasan maka klien dan keluarga dapat mengerti dan memahami tentang pentingnya perawatan diri.
d. Resiko perluasan infeksi b/d adanya luka ditandai dengan :
- Tampak adanya luka pada tungkai kanan bawah
- Tampak oedema pada tungkai kanan bawah
- Terpasang gips spalk pada tungkai kanan bawah.
- Leukosit 20.000,103/mm3.

Tujuan
Peluasan infeksi teratasi dengan kriteria :
- Luka kering
- Tidak tampak oedema
- Tidak terpasang gips spalk
Tindakan keperawatan
1. Kaji tanda – tanda perluasan infeksi
Rasional :
Untuk mengetahui sejauhmana perluasan infeksi dan penentukan tindakan selanjutnya.
2. Pertahankan teknik aseptif dan antiseptif
Rasional :
Dengan teknik aseptif dan antiseptif dapat mencegah perluasan infeksi.
3. Ganti verban setiap hari
Rasional :
Untuk menyembuhkan luka dan mencegah berkembangbiaknya pertumbuhan mikroorganisme disekitar luka.
4. Penatalaksanaan pemberian obat antibiotik :
- Cyprofloxacin 500 mg 3 x 1 tablet
- Metronidazole 500 mg 3 x 1 tablet

Rasional :
Dengan pemberian antibiotik dapat melemahkan dan membunuh kuman yang ada disekitar luka.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dan rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat.
Dalam melaksanakan rencana tersebut harus kerjasama dengan tim kesehatan yang lain, keluarga klien dan dengan klien sendiri.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
- Kebutuhan klien
- Dasar dari tindakan
- Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat
- Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri
- Sumber-sumber dari instansi
4. Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien
Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Adapun evaluasi klien dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskletal dengan fraktur cruris (tibia & fibula) dextra terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

Bloch, B. 1978, Fraktur dan Dislokasi, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta.

Chairuddin Rasyid, Prof, Ph.D, FKS, 2000, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Sub Bagian Bedah Ortopedi Bagian Bedah Fakultas Kedokteran UNHAS Ujung Pandang.

Departemen Kesehatan, Pusdiknakes, 1995, Penerapan Proses Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal

Engram, B. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Volume 2, Penerbit EGC.

Junandi, P. et. All, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2

Long, C. Barbara, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 2, Penerbit EGC.

Larson, B. C. dan Sould. M, Ortopedic Nursing, Seventh Edition.

Lorraine. P. A. S, dan Wilson. M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta, Edisi 4, Buku Kedokteran EGC.

Linda, E. S. SKp, 1992, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat.

Prihardjo. E, 1993, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, Jakarta, Penerbit EGC.